Selasa, 22 Maret 2011

DAMPAK TEKNOLOGI INTERNET PADA KEHIDUPAN MANUSIA PADA PENGELOLAAN PENDIDIKAN PSIKOLOGI


Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh ilmu Psikologi. Sangat sulit untuk memprediksi apa yang bakal terjadi di masa depan. Sesuatu yang merupakan kepastian hanyalah ketidakpastian itu sendiri. Situasi yang kita hadapi sekarang ini berbeda dengan situasi masa lalu. Bila diibaratkan dengan sebuah bahtera, masa tiga dekade yang lalu kita berlayar di sebuah sungai yang tenang yang segala lika-liku perjalanan sepanjang sungai dapat diprediksi. Secara pasti kita bisa memperhitungkan kapan sebuah tujuan akan dicapai. Kini kita telah memasuki situasi berlayar di arung jeram yang kita tidak pernah bisa memprediksi apa yang bakal terjadi di depan.
Dalam kondisi demikian diperlukan adanya paradigma baru di dalam menghadapi kehidupan. Paradigma lama hanya akan menghantarkan pada kehancuran (lihat Ancok, 1997; Gibson, 1997). Demikian pula dengan paradigma pendidikan psikologi.Tampaknya diperlukan suatu paradigma baru. Paradigma lama hanya akan membuat ilmu psikologi menjadi usang, dan tidak relevan dengan tuntutan perubahan.
. Perbedaan kepribadian pria dan wanita.
Kehadiran komputer dan internet telah merubah dunia kerja, dari tekanan pada kerja otot ke kerja otak.. Implikasinya adalah perbedaan perilaku pria dan wanita semakin mengecil. Kini semakin banyak pekerjaan kaum pria yang dijalankan oleh kaum wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol.
Data yang tertulis dalam buku Megatrend for Women:From Liberation to Leadership yang ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya. Selain itu semakin banyak wanita yang menjadi pimpinan perusahaan dan sekaligus menjadi pemilik perusahaan. Di Indonesia selama 54 tahun merdeka belum pernah ada wakil presiden wanita, kini di tahun 1999 Indonesia sudah memilikinya.
Peran wanita dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan keluarga semakin besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Amerika Serikat 75 persen dari keputusan yang menyangkut kesehatan dalam keluarga diputuskan oleh wanita. Wanita membeli 50 persen dari mobil yang terjual di Amerika. Bahkan Toyota melaporkan bahwa 60 persen pembeli mobil mereka adalah kaum wanita. Sekitar 80 persen dari belanja keperluan konsumen sehari-hari dibelanjakan oleh kaum wanita.
Hal yang tidak kalah menariknya adalah semakin banyak wanita yang melakukan pekerjaan yang tadinya pekerjaan yang dominan dilakukan kaum pria. Kalau semula pekerjaan membeli ban baru untuk mobil umumnya dilakukan pria, kini ban mobil yang terjual di USA sekitar 45 persen dibeli oleh kaum wanita. Peralatan sport yang laku di USA 40 persen berasal dari pembeli wanita. Hal lain yang menonjol adalah 75 persen pakaian pria dibeli oleh wanita, dan seperempat dari mobil truk yang laku di USA dibeli oleh wanita (Aburdene & Naisbitt, 1993).
Tampaknya wanita semakin dominan perannya dalam kehidupan masa kini. Sayang sekali data perilaku wanita yang rinci seperti itu tidak dimiliki oleh kita di Indonesia.. Namun rasanya kecenderungan seperti itu juga muncul di Indonesia walaupun tidak sepantastis wanita di Amerika Serikat. Diduga kecenderungan perilaku wanita seperti yang dikemukakan di atas akan semakin dominan di milenium baru ini.
Selain internet ada permainan komputer yang diduga akan mempersempit perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak permainan elektronik Play Station yang sangat populer di Indonesia. Permainan dalam PS sangat banyak yang menonjolkan kekerasan. Permainan ini sangat digemari oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Kini berbagai permainan tersebut dapat diakses dan dimainkan melalui internet. Kini internet sudah menjadi pusat hiburan.
Kita belum memperoleh informasi yang sistimatik tentang perbedaan aspek kognitif dan kepribadian pria dan wanita sebagai akibat penggunaan teknologi komputer seperti yang dikemukakan di atas. Apakah masih ada perbedaan sifat kepribadian seperti yang secara tradisional kita ketahui bahwa wanita lebih menonjol dalam aspek verbal dan emosional, sedangkan pria lebih menonjol dalam aspek non-verbal dan lebih asertif (lihat Conger, 1975). Apakah ketakutan akan sukses semakin menipis pada kaum wanita (lihat Alimatus Sahrah, 1996). Kalau dikaitkan dengan aspek psikologi peran seks ( Bem, 1983.), apakah kini semakin banyak kelompok androgini, ataukah semakin banyak porsi wanita yang berperan seks maskulin? Bila demikian apakah dampaknya bagi hubungan sosial pria dan wanita?
2. Perkembangan kognitif.
Berbeda dengan menonton televisi yang para penonton bersifat pasif, internet dan permainan elektronik sangat bersifat interaktif. Diduga internet dan permainan elektronik dapat merangsang pertumbuhan kecerdasan anak-anak dan orang dewasa.
Sejauah ini belum ada pemantauan untuk melihat perkembangan inteligensi anak-anak Indonesia. Apakah anak-anak semakin tinggi IQnya dibandingkan dengan generasi sebelumnya? Apakah anak-anak pengguna internet lebih tinggi kecerdasannya jika dibandingkan dengan yang bukan pengguna internet?. Di dalam komponen inteligensi, apakah terjadi perbedaan yang mencolok antara komponen perceptual speed dan spatial orientation dibandingkan dengan komponen verbal ability?
3. Perkembangan seksualitas.
Selain dapat digunakan untuk berpacaran melalui progam internet relay chatting (IRC), internet dapat pula digunakan untuk mengakses gambar dan filem porno. Walaupun gambar porno dan cerita porno dapat diperoleh dari berbagai sumber, kehadiran internet semakin menyemarakkan perolehan pronografi tersebut.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa rangsangan seksual yang diperoleh anak akan mempercepat proses kematangan seksual (lihat Conger, 1975). Sejauh ini belum penulis ketahui apakah ada percepatan dalam kehadiran menstruasi pertama pada anak gadis, dan mimpi basah pertama pada anak laki-laki.Selain itu belum ada pula informasi yang sistimatik tentang dampak internet pada keterlibatan seks di luar nikah di kalangan remaja.
4. Kecemasan teknologi
Menjelang pergantian tahun 2000 banyak sekali manusia yang dilanda kecemasan dan ketakutan menghadapi kutu Y2K (year two kilo). Ketakutan akan listrik mati, pesawat akan tabrakan, uang di bank hilang, senjata nuklir menembakkan peluru tanpa terkendali. Itu adalah beberapa contoh ketakutan di awal millenium ini.
Selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer. Kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer inilah beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Rusaknya modem internet karena disambar petir. Smart products yang dikontrol oleh sistim komputer seperti mobil, rumah, kartu dll. Akan menjadi sumber stres yang besar bila terjadi gangguan dalam sisitim komputernya. Fenomena stres seperti ini yang disebut dengan technostress (Hanson, 1989). Stres karena teknologi adalah salah satu sumber stres dalam kehidupan manusia. Tentu saja banyaknya informasi yang masuk melalui e-mail atau internet dapat pula menyebabkan information overload, dan ini menjadi sumber stres yang lain. Berapa besar dampak stres teknologi ini pada kehidupan manusia, sepengetahuan penulis belum pernah ada studi yang mengidentifikasinya.
5. Pola interaksi antar manusia
Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan tilpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet ( warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
6. Penggusuran manusia
Dalam kehidupan yang digerakkan oleh teknologi informasi (komputer dan internet) kesuksesan hidup didunia sangat tergantung pada penguasaan pengetahuan, dan kemampuan mengelola emosi, dan kemampuan mengelola hubungan sosial. Banyak pakar berpendapat bahwa kunci sukses untuk mengarungi kehidupan turbulensi perubahannya sangat tinggi, orang harus memiliki tiga modal, yakni intellectual capital, social capital, soft capital, and spiritual capital (lihat Ancok, 1998; Ancok, 1999; Nahapiet & Ghoshal, 1998).
Persingan dalam kehidupan, baik itu kehidupan bisnis, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan individual sangat ditentukan oleh kemampuan berinovasi. Untuk bisa berinovasi diperlukan kreatifitas yang tinggi dan pengetahuan yang luas. Teknologi informasi telah meribah dunia kerja, dari kerja yang bertumpu pada otot ke pekerjaan yang bertumpu pada otak. Pekerjaan masa sekarang lebih menuntut karyawan yang berpengetahuan (knowledge workers). Kondisi ini akan membuat jurang sosial antara mereka yang berpengetahuan (know) dan yang tidak berpengetahuan (know-not). Mereka yang tidak memiliki pengetahuan akan tergusur dari dunia kerja (Tappscott, 1996).
Selain itu ada korelasi anatara pengetahuan dan kekuasan (power).. Mereka yang mempunyai pengetahuan akan memiliki kekuasaan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekuasaan bisa memiliki pengetahuan, karena mereka bisa menggunakan orang yang berpengetahuan untuk kepentingan kekuasaan. Kondisi ini akan membuat jurang sosial yang lain, yakni jurang antara yang memiliki akses pada kekuasaan dan yang tidak memiliki akses pada kekuasaan. Golongan ke dua ini akan termarginalisasi dalam kehidupan. Jurang sosial ini akan menjadi pemicuk konflik yang berwujud keresahan sosial.
7. Kerahasiaan alat tes semakin terancam
Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet. Tes yang tersedia dalam internet yang pernah penulis buka antara lain adalah tes asertifitas, locus of control, tes inteligensi emosional, tes kecemasan. Kini semakin sulit untuk merahasiakan alat tes karena begitu mudahnya berbagai tes diperoleh melalui internet.
Program tes inteligensi seperti tes Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.
  1. PEMECAHAN MASALAH
1. Membangun organisasi pembelajaran (learning organization).
Oleh karena perubahan lingkungan strategik (politik, ekonomi, sosial, teknologi, dlll) yang begitu cepat, organisasi harus mampu belajar untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan tersebut. Berubahnya struktur dan mekanisme kerja organisasi menuntut sivitas akademika untuk memiliki wawasan baru, pengetahuan dan keterampilan baru. Selain itu karyawan (dosen dan staf) perlu memiliki sikap mental baru, menggunakan pola pikir baru, dan cara kerja baru yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk mampu beradaptasi pada situasi yang baru karyawan harus kreatif, inovatif, proaktif, dan berwawasan entrepreneurial.
Organisasi masa kini harus berfungsi sebagai organisasi belajar, dan tugas organisasi untuk meningkatkan peluang belajar bagi semua anggota institusi untuk terus belajar (Senge, et. al, 1999). Persaingan dalam berbagai aspek di masa kini dan masa depan bertumpu pada persaingan pengetahuan (knowledge based competition). Hanya melalui ‘knowledge management yang baik organisasi akan sukses. Di samping menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan, organisasi harus pula membangun sikap mental mau berbagi ilmu dan informasi (information & knowledge sharing). Karyawan harus membangun jaringan hubungan sosial (social net-working) baik dengan sesama anggota sivitas akademika di dalam institusi, maupun dengan pihak yang berkepentingan (stake-holders) di luar institusi agar akumulasi pengetahuan (knowledge building) dapat berjalan cepat dan dapat memberikan nilai tambah untuk peningkatan kualitas kerja, kualitas pendidikan dan kualitas pelayanan yang menguntungkan semua pihak .
Learning organization baru bisa ditumbuhkan bila masyarakat belajar (learning community) sudah terwujud. Kegiatan colloquium, seminar, dan diskusi yang diikuti oleh semua komponen instutusi adalah sarana bagi terwujudnya masyarakat belajar.
Karyawan dan dosen semakin perlu untuk mengembangkan dirinya untuk meningkatkan dirinya agar lebih siap untuk menghadapi perubahan. Perubahan lingkungan strategik yang menyebabkan perubahan dalam struktur dan cara kerja organisasi seringkali memakan korban yang berupa hilangnya kesempatan kerja bagi karyawan dan dosen. Karyawan dan dosen yang kehilangan kesempatan kerja ini adalah karyawan yang tidak memiliki pengetahuan dan sikap mental yang sesuai dengan tuntutan perubahan. Dengan adanya pelatihan, karyawan dan dosen akan lebih adaptif pada perubahan. Selain itu, pengembangan diri melalui pelatihan dapat meningkatkan kepuasan dalam dirinya dan peningkatan nilai jual pribadi (marketability). Pengembangan diri akan membuat karyawan dan dosen merasa pengetahuan yang dia miliki akan memberikan pengaruh yang bermakna pada pekerjaan. Hal ini akan menjadi faktor motivasi yang bersifat intrinsik.
2. Menggantikan paradigma hirarki ke paradigma kompetensi.
Paradigma lama dalam pengelolaan institusi pendidikan psikologi menekankan pada pangkat dan hirarki. Untuk menduduki jabatan/hirarki tertentu orang harus memiliki pangkat tertentu. Kepangkatan sangat menentukan apakah seseorang bia menjadi pengelola institusi pendidikan. Kini paradigma yang seperti itu sudah ditinggalkan oleh kebanyakan organisasi (Lihat Lawler III, 1996). Paradigma baru menekankan pada kompetensi yang dimiliki orang. Kalau seseorang memiliki kompetensi baik dari segi akademik maupun segi kepemimpinan dia bisa menjadi pengelola institusi.
Pada dunia yang turbulensi perubahannya sangat tinggi, organisasi harus dikelola oleh mereka yang rajin membangun kompetensi yang dituntut oleh pekerjaan. Walaupun pangkat dan gelar akademik mungkin terkait dengan kompetensi seseorang, tapi perlu diingat bahwa kompetensi orang berdasarkan gelar akademik hanya bisa bertahan tiga tahun saja (Tapscott, 1996, halaman 199). Ilmu pengetahuan berkembang begitu cepat, bila seorang doktor tidak menambah pengetahuannya secara aktif setelah dia memperoleh gelar doktor, setelah tiga tahun dia tidak lagi memiliki kompetensi sebagai doktor. Demikian pula halnya untuk penyandang gelar akademik dan jabatan akademik lainnya. Untuk mengecek kompetensi seorang penyandang gelar diperlukan ada mekanisme untuk mengukur kompetensi tersebut. Misalnya menugaskan mereka membuat makalah setiap tahun yang mengacu pada perkembangan baru dalam dunia ilmunya, atau melalui makalah atau buku yang dipublikasikannya.
3. Gaya kepemimpinan otoriter ke kepemimpinan partisipatif.
Pengelola institusi pendidikan perlu mengembangkan paradigma baru dalam kepemimpinannya. Untuk mengembangkan kualitas pengetahuan dan wawasan budaya kerja baru, orientasi kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi harus berubah dari kepemimpinan yang bergaya ‘command and control’ kearah kepemimpinan yang bergaya partisipatif. Kepemimpinan yang otoriter akan membunuh kreatifitas dan inovasi. Kondisi demikian ini akan menutup peluang berkembangnya pengetahuan baru yang dapat menambah nilai tambah organisasi bagi pihak yang berkepentingan (stake holders). Selain itu orientasi kepemimpinan model lama, yang lebih terpusat pada ‘one person’, harus dirubah menjadi kepemimpinan yang berorientasi pada ‘leadership from everybody’. Untuk ini organisasi harus memberikan pemberdayaan yang besar pada semua lini kepemimpinan yang ada dalam organisasi (Pasmore, 1994, hal 189).
4. Penyediaan layanan pendidikan yang bersifat virtual (maya)
Dengan kehadiran teknologi informasi (internet) jarak secara fisik bisa dihilangkan. Mahasiswa bisa bekerja dan belajar dari rumah, dan hasil pekerjaan bisa dikirim melalui internet. Kini makin banyak perguruan tinggi yang maya. Pendidikan psikologi mungkin belum saatnya di buat menjadi virtual. Namun fasilitas virtual ini diperlukan untuk para alumni dan bagi pengembangan pengetahuan ilmu psikologi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya perkembangan ilmu sangat pesat. Alumni yang meninggalkan alma-maternya dan tidak punya peluang untuk menambah pengetahuannya, akan kehilangan kompetensi sebagai sarjana. Sebaliknya ada alumni yang mungkin sangat rajin menambah wawasannya dan memiliki pengalaman yang luas dalam bidang aplikasi psikologi. Alumni yang seperti ini akan menjadi sumber pengetahuan. Untuk ini diperlukan adanya sistim untuk mengakumulasi pengetahuan yang terbuka bagi alumni untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman.
Selain itu penyediaan fasilitas homepage untuk menyimpan bahan kuliah masing-masing dosen (teaching notes, artikel jurnal, dan bahan bacaan lain) bagi keperluan mahasiswa akan sangat membantu proses belajar mengajar. Mahasiswa bisa membuka hompage tersebut dan membaca bahan bacaan yang ditugaskanFasilitas administrasi yang virtual juga sudah sangat diperlukan. Mahasiswa bisa membayar uang kuliahnya di mana saja, dan bisa mengambil mata kuliah dari mana saja, dan mengecek jumlah kredit dan indeks prestasinya dari mana saja. Ini akan memangkas birokrasi yang sangat mengganggu produktivitas dosen, karyawan dan mahasiswa. Sistim seperti ini sudah berlaku di berbagai universitas, misalnya Universitas Islam Indonesia.
5. Kurikulum pendidikan psikologi yang adaptif.
Perubahan masyarakat yang sangat cepat menimbulkan berbagai permalasahan baru dan kebutuhan baru. Permasalahan dan kebutuhan ini harus dapat dijawab oleh institusi pendidikan psikologi. Untuk itu diperlukan adanya kemampuan adaptasi kurikulum yang cepat. Kurikulum yang diatur secara tersentralisir seperti yang diberlakukan sekarang ini memerlukan fleksibilitas untuk merubahnya. Oleh karena itu kewenangan untuk merubah kurikulum harus diberikan kepada institusi penyelenggara pendidikan psikologi.
  1. SOLUSI
Dampak teknologi internet yang maju dengan pesat ini akan dan telah merubah pola kehidupan manusia. Walaupun saat ini baru sebagian orang yang sudah terbiasa menggunakan internet, namun kecepatan internet memasuki kehidupan manusia sunguh luar biasa. Di Amerika Serikat sudah lebih dari 25 persen rumah tangga yang memiliki komputer yang memiliki akses internet (Tappscott, 1996). Walaupun belum ada data resmi berapa persen dari rumah tangga yang memiliki komputer dan akses pada internet di Indonesia, kini makin banyak rumah tangga yang memiliki komputer dan akses pada internet.





DAMPAK TEKNOLOGI INTERNET PADA KEHIDUPAN MANUSIA PADA PENGELOLAAN PENDIDIKAN PSIKOLOGI


Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh ilmu Psikologi. Sangat sulit untuk memprediksi apa yang bakal terjadi di masa depan. Sesuatu yang merupakan kepastian hanyalah ketidakpastian itu sendiri. Situasi yang kita hadapi sekarang ini berbeda dengan situasi masa lalu. Bila diibaratkan dengan sebuah bahtera, masa tiga dekade yang lalu kita berlayar di sebuah sungai yang tenang yang segala lika-liku perjalanan sepanjang sungai dapat diprediksi. Secara pasti kita bisa memperhitungkan kapan sebuah tujuan akan dicapai. Kini kita telah memasuki situasi berlayar di arung jeram yang kita tidak pernah bisa memprediksi apa yang bakal terjadi di depan.
Dalam kondisi demikian diperlukan adanya paradigma baru di dalam menghadapi kehidupan. Paradigma lama hanya akan menghantarkan pada kehancuran (lihat Ancok, 1997; Gibson, 1997). Demikian pula dengan paradigma pendidikan psikologi.Tampaknya diperlukan suatu paradigma baru. Paradigma lama hanya akan membuat ilmu psikologi menjadi usang, dan tidak relevan dengan tuntutan perubahan.
. Perbedaan kepribadian pria dan wanita.
Kehadiran komputer dan internet telah merubah dunia kerja, dari tekanan pada kerja otot ke kerja otak.. Implikasinya adalah perbedaan perilaku pria dan wanita semakin mengecil. Kini semakin banyak pekerjaan kaum pria yang dijalankan oleh kaum wanita. Banyak pakar yang berpendapat bahwa kini semakin besar porsi wanita yang memegang posisi sebagai pemimpin, baik dalam dunia pemerintahan maupun dalam dunia bisnis. Bahkan perubahan perilaku ke arah perilaku yang sebelumnya merupakan pekerjaan pria semakin menonjol.
Data yang tertulis dalam buku Megatrend for Women:From Liberation to Leadership yang ditulis oleh Patricia Aburdene & John Naisbitt (1993) menunjukkan bahwa peran wanita dalam kepemimpinan semakin membesar. Semakin banyak wanita yang memasuki bidang politik, sebagai anggota parlemen, senator, gubernur, menteri, dan berbagai jabatan penting lainnya. Selain itu semakin banyak wanita yang menjadi pimpinan perusahaan dan sekaligus menjadi pemilik perusahaan. Di Indonesia selama 54 tahun merdeka belum pernah ada wakil presiden wanita, kini di tahun 1999 Indonesia sudah memilikinya.
Peran wanita dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan keluarga semakin besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Amerika Serikat 75 persen dari keputusan yang menyangkut kesehatan dalam keluarga diputuskan oleh wanita. Wanita membeli 50 persen dari mobil yang terjual di Amerika. Bahkan Toyota melaporkan bahwa 60 persen pembeli mobil mereka adalah kaum wanita. Sekitar 80 persen dari belanja keperluan konsumen sehari-hari dibelanjakan oleh kaum wanita.
Hal yang tidak kalah menariknya adalah semakin banyak wanita yang melakukan pekerjaan yang tadinya pekerjaan yang dominan dilakukan kaum pria. Kalau semula pekerjaan membeli ban baru untuk mobil umumnya dilakukan pria, kini ban mobil yang terjual di USA sekitar 45 persen dibeli oleh kaum wanita. Peralatan sport yang laku di USA 40 persen berasal dari pembeli wanita. Hal lain yang menonjol adalah 75 persen pakaian pria dibeli oleh wanita, dan seperempat dari mobil truk yang laku di USA dibeli oleh wanita (Aburdene & Naisbitt, 1993).
Tampaknya wanita semakin dominan perannya dalam kehidupan masa kini. Sayang sekali data perilaku wanita yang rinci seperti itu tidak dimiliki oleh kita di Indonesia.. Namun rasanya kecenderungan seperti itu juga muncul di Indonesia walaupun tidak sepantastis wanita di Amerika Serikat. Diduga kecenderungan perilaku wanita seperti yang dikemukakan di atas akan semakin dominan di milenium baru ini.
Selain internet ada permainan komputer yang diduga akan mempersempit perbedaan kepribadian pria dan wanita. Banyak permainan elektronik Play Station yang sangat populer di Indonesia. Permainan dalam PS sangat banyak yang menonjolkan kekerasan. Permainan ini sangat digemari oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Kini berbagai permainan tersebut dapat diakses dan dimainkan melalui internet. Kini internet sudah menjadi pusat hiburan.
Kita belum memperoleh informasi yang sistimatik tentang perbedaan aspek kognitif dan kepribadian pria dan wanita sebagai akibat penggunaan teknologi komputer seperti yang dikemukakan di atas. Apakah masih ada perbedaan sifat kepribadian seperti yang secara tradisional kita ketahui bahwa wanita lebih menonjol dalam aspek verbal dan emosional, sedangkan pria lebih menonjol dalam aspek non-verbal dan lebih asertif (lihat Conger, 1975). Apakah ketakutan akan sukses semakin menipis pada kaum wanita (lihat Alimatus Sahrah, 1996). Kalau dikaitkan dengan aspek psikologi peran seks ( Bem, 1983.), apakah kini semakin banyak kelompok androgini, ataukah semakin banyak porsi wanita yang berperan seks maskulin? Bila demikian apakah dampaknya bagi hubungan sosial pria dan wanita?
2. Perkembangan kognitif.
Berbeda dengan menonton televisi yang para penonton bersifat pasif, internet dan permainan elektronik sangat bersifat interaktif. Diduga internet dan permainan elektronik dapat merangsang pertumbuhan kecerdasan anak-anak dan orang dewasa.
Sejauah ini belum ada pemantauan untuk melihat perkembangan inteligensi anak-anak Indonesia. Apakah anak-anak semakin tinggi IQnya dibandingkan dengan generasi sebelumnya? Apakah anak-anak pengguna internet lebih tinggi kecerdasannya jika dibandingkan dengan yang bukan pengguna internet?. Di dalam komponen inteligensi, apakah terjadi perbedaan yang mencolok antara komponen perceptual speed dan spatial orientation dibandingkan dengan komponen verbal ability?
3. Perkembangan seksualitas.
Selain dapat digunakan untuk berpacaran melalui progam internet relay chatting (IRC), internet dapat pula digunakan untuk mengakses gambar dan filem porno. Walaupun gambar porno dan cerita porno dapat diperoleh dari berbagai sumber, kehadiran internet semakin menyemarakkan perolehan pronografi tersebut.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa rangsangan seksual yang diperoleh anak akan mempercepat proses kematangan seksual (lihat Conger, 1975). Sejauh ini belum penulis ketahui apakah ada percepatan dalam kehadiran menstruasi pertama pada anak gadis, dan mimpi basah pertama pada anak laki-laki.Selain itu belum ada pula informasi yang sistimatik tentang dampak internet pada keterlibatan seks di luar nikah di kalangan remaja.
4. Kecemasan teknologi
Menjelang pergantian tahun 2000 banyak sekali manusia yang dilanda kecemasan dan ketakutan menghadapi kutu Y2K (year two kilo). Ketakutan akan listrik mati, pesawat akan tabrakan, uang di bank hilang, senjata nuklir menembakkan peluru tanpa terkendali. Itu adalah beberapa contoh ketakutan di awal millenium ini.
Selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer. Kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer inilah beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Rusaknya modem internet karena disambar petir. Smart products yang dikontrol oleh sistim komputer seperti mobil, rumah, kartu dll. Akan menjadi sumber stres yang besar bila terjadi gangguan dalam sisitim komputernya. Fenomena stres seperti ini yang disebut dengan technostress (Hanson, 1989). Stres karena teknologi adalah salah satu sumber stres dalam kehidupan manusia. Tentu saja banyaknya informasi yang masuk melalui e-mail atau internet dapat pula menyebabkan information overload, dan ini menjadi sumber stres yang lain. Berapa besar dampak stres teknologi ini pada kehidupan manusia, sepengetahuan penulis belum pernah ada studi yang mengidentifikasinya.
5. Pola interaksi antar manusia
Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan dengan tilpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung internet ( warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC) anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja.
6. Penggusuran manusia
Dalam kehidupan yang digerakkan oleh teknologi informasi (komputer dan internet) kesuksesan hidup didunia sangat tergantung pada penguasaan pengetahuan, dan kemampuan mengelola emosi, dan kemampuan mengelola hubungan sosial. Banyak pakar berpendapat bahwa kunci sukses untuk mengarungi kehidupan turbulensi perubahannya sangat tinggi, orang harus memiliki tiga modal, yakni intellectual capital, social capital, soft capital, and spiritual capital (lihat Ancok, 1998; Ancok, 1999; Nahapiet & Ghoshal, 1998).
Persingan dalam kehidupan, baik itu kehidupan bisnis, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan individual sangat ditentukan oleh kemampuan berinovasi. Untuk bisa berinovasi diperlukan kreatifitas yang tinggi dan pengetahuan yang luas. Teknologi informasi telah meribah dunia kerja, dari kerja yang bertumpu pada otot ke pekerjaan yang bertumpu pada otak. Pekerjaan masa sekarang lebih menuntut karyawan yang berpengetahuan (knowledge workers). Kondisi ini akan membuat jurang sosial antara mereka yang berpengetahuan (know) dan yang tidak berpengetahuan (know-not). Mereka yang tidak memiliki pengetahuan akan tergusur dari dunia kerja (Tappscott, 1996).
Selain itu ada korelasi anatara pengetahuan dan kekuasan (power).. Mereka yang mempunyai pengetahuan akan memiliki kekuasaan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekuasaan bisa memiliki pengetahuan, karena mereka bisa menggunakan orang yang berpengetahuan untuk kepentingan kekuasaan. Kondisi ini akan membuat jurang sosial yang lain, yakni jurang antara yang memiliki akses pada kekuasaan dan yang tidak memiliki akses pada kekuasaan. Golongan ke dua ini akan termarginalisasi dalam kehidupan. Jurang sosial ini akan menjadi pemicuk konflik yang berwujud keresahan sosial.
7. Kerahasiaan alat tes semakin terancam
Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet. Tes yang tersedia dalam internet yang pernah penulis buka antara lain adalah tes asertifitas, locus of control, tes inteligensi emosional, tes kecemasan. Kini semakin sulit untuk merahasiakan alat tes karena begitu mudahnya berbagai tes diperoleh melalui internet.
Program tes inteligensi seperti tes Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk.. Implikasi dari permasalahan ini adalah, tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.
  1. PEMECAHAN MASALAH
1. Membangun organisasi pembelajaran (learning organization).
Oleh karena perubahan lingkungan strategik (politik, ekonomi, sosial, teknologi, dlll) yang begitu cepat, organisasi harus mampu belajar untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan tersebut. Berubahnya struktur dan mekanisme kerja organisasi menuntut sivitas akademika untuk memiliki wawasan baru, pengetahuan dan keterampilan baru. Selain itu karyawan (dosen dan staf) perlu memiliki sikap mental baru, menggunakan pola pikir baru, dan cara kerja baru yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk mampu beradaptasi pada situasi yang baru karyawan harus kreatif, inovatif, proaktif, dan berwawasan entrepreneurial.
Organisasi masa kini harus berfungsi sebagai organisasi belajar, dan tugas organisasi untuk meningkatkan peluang belajar bagi semua anggota institusi untuk terus belajar (Senge, et. al, 1999). Persaingan dalam berbagai aspek di masa kini dan masa depan bertumpu pada persaingan pengetahuan (knowledge based competition). Hanya melalui ‘knowledge management yang baik organisasi akan sukses. Di samping menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan, organisasi harus pula membangun sikap mental mau berbagi ilmu dan informasi (information & knowledge sharing). Karyawan harus membangun jaringan hubungan sosial (social net-working) baik dengan sesama anggota sivitas akademika di dalam institusi, maupun dengan pihak yang berkepentingan (stake-holders) di luar institusi agar akumulasi pengetahuan (knowledge building) dapat berjalan cepat dan dapat memberikan nilai tambah untuk peningkatan kualitas kerja, kualitas pendidikan dan kualitas pelayanan yang menguntungkan semua pihak .
Learning organization baru bisa ditumbuhkan bila masyarakat belajar (learning community) sudah terwujud. Kegiatan colloquium, seminar, dan diskusi yang diikuti oleh semua komponen instutusi adalah sarana bagi terwujudnya masyarakat belajar.
Karyawan dan dosen semakin perlu untuk mengembangkan dirinya untuk meningkatkan dirinya agar lebih siap untuk menghadapi perubahan. Perubahan lingkungan strategik yang menyebabkan perubahan dalam struktur dan cara kerja organisasi seringkali memakan korban yang berupa hilangnya kesempatan kerja bagi karyawan dan dosen. Karyawan dan dosen yang kehilangan kesempatan kerja ini adalah karyawan yang tidak memiliki pengetahuan dan sikap mental yang sesuai dengan tuntutan perubahan. Dengan adanya pelatihan, karyawan dan dosen akan lebih adaptif pada perubahan. Selain itu, pengembangan diri melalui pelatihan dapat meningkatkan kepuasan dalam dirinya dan peningkatan nilai jual pribadi (marketability). Pengembangan diri akan membuat karyawan dan dosen merasa pengetahuan yang dia miliki akan memberikan pengaruh yang bermakna pada pekerjaan. Hal ini akan menjadi faktor motivasi yang bersifat intrinsik.
2. Menggantikan paradigma hirarki ke paradigma kompetensi.
Paradigma lama dalam pengelolaan institusi pendidikan psikologi menekankan pada pangkat dan hirarki. Untuk menduduki jabatan/hirarki tertentu orang harus memiliki pangkat tertentu. Kepangkatan sangat menentukan apakah seseorang bia menjadi pengelola institusi pendidikan. Kini paradigma yang seperti itu sudah ditinggalkan oleh kebanyakan organisasi (Lihat Lawler III, 1996). Paradigma baru menekankan pada kompetensi yang dimiliki orang. Kalau seseorang memiliki kompetensi baik dari segi akademik maupun segi kepemimpinan dia bisa menjadi pengelola institusi.
Pada dunia yang turbulensi perubahannya sangat tinggi, organisasi harus dikelola oleh mereka yang rajin membangun kompetensi yang dituntut oleh pekerjaan. Walaupun pangkat dan gelar akademik mungkin terkait dengan kompetensi seseorang, tapi perlu diingat bahwa kompetensi orang berdasarkan gelar akademik hanya bisa bertahan tiga tahun saja (Tapscott, 1996, halaman 199). Ilmu pengetahuan berkembang begitu cepat, bila seorang doktor tidak menambah pengetahuannya secara aktif setelah dia memperoleh gelar doktor, setelah tiga tahun dia tidak lagi memiliki kompetensi sebagai doktor. Demikian pula halnya untuk penyandang gelar akademik dan jabatan akademik lainnya. Untuk mengecek kompetensi seorang penyandang gelar diperlukan ada mekanisme untuk mengukur kompetensi tersebut. Misalnya menugaskan mereka membuat makalah setiap tahun yang mengacu pada perkembangan baru dalam dunia ilmunya, atau melalui makalah atau buku yang dipublikasikannya.
3. Gaya kepemimpinan otoriter ke kepemimpinan partisipatif.
Pengelola institusi pendidikan perlu mengembangkan paradigma baru dalam kepemimpinannya. Untuk mengembangkan kualitas pengetahuan dan wawasan budaya kerja baru, orientasi kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi harus berubah dari kepemimpinan yang bergaya ‘command and control’ kearah kepemimpinan yang bergaya partisipatif. Kepemimpinan yang otoriter akan membunuh kreatifitas dan inovasi. Kondisi demikian ini akan menutup peluang berkembangnya pengetahuan baru yang dapat menambah nilai tambah organisasi bagi pihak yang berkepentingan (stake holders). Selain itu orientasi kepemimpinan model lama, yang lebih terpusat pada ‘one person’, harus dirubah menjadi kepemimpinan yang berorientasi pada ‘leadership from everybody’. Untuk ini organisasi harus memberikan pemberdayaan yang besar pada semua lini kepemimpinan yang ada dalam organisasi (Pasmore, 1994, hal 189).
4. Penyediaan layanan pendidikan yang bersifat virtual (maya)
Dengan kehadiran teknologi informasi (internet) jarak secara fisik bisa dihilangkan. Mahasiswa bisa bekerja dan belajar dari rumah, dan hasil pekerjaan bisa dikirim melalui internet. Kini makin banyak perguruan tinggi yang maya. Pendidikan psikologi mungkin belum saatnya di buat menjadi virtual. Namun fasilitas virtual ini diperlukan untuk para alumni dan bagi pengembangan pengetahuan ilmu psikologi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya perkembangan ilmu sangat pesat. Alumni yang meninggalkan alma-maternya dan tidak punya peluang untuk menambah pengetahuannya, akan kehilangan kompetensi sebagai sarjana. Sebaliknya ada alumni yang mungkin sangat rajin menambah wawasannya dan memiliki pengalaman yang luas dalam bidang aplikasi psikologi. Alumni yang seperti ini akan menjadi sumber pengetahuan. Untuk ini diperlukan adanya sistim untuk mengakumulasi pengetahuan yang terbuka bagi alumni untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman.
Selain itu penyediaan fasilitas homepage untuk menyimpan bahan kuliah masing-masing dosen (teaching notes, artikel jurnal, dan bahan bacaan lain) bagi keperluan mahasiswa akan sangat membantu proses belajar mengajar. Mahasiswa bisa membuka hompage tersebut dan membaca bahan bacaan yang ditugaskanFasilitas administrasi yang virtual juga sudah sangat diperlukan. Mahasiswa bisa membayar uang kuliahnya di mana saja, dan bisa mengambil mata kuliah dari mana saja, dan mengecek jumlah kredit dan indeks prestasinya dari mana saja. Ini akan memangkas birokrasi yang sangat mengganggu produktivitas dosen, karyawan dan mahasiswa. Sistim seperti ini sudah berlaku di berbagai universitas, misalnya Universitas Islam Indonesia.
5. Kurikulum pendidikan psikologi yang adaptif.
Perubahan masyarakat yang sangat cepat menimbulkan berbagai permalasahan baru dan kebutuhan baru. Permasalahan dan kebutuhan ini harus dapat dijawab oleh institusi pendidikan psikologi. Untuk itu diperlukan adanya kemampuan adaptasi kurikulum yang cepat. Kurikulum yang diatur secara tersentralisir seperti yang diberlakukan sekarang ini memerlukan fleksibilitas untuk merubahnya. Oleh karena itu kewenangan untuk merubah kurikulum harus diberikan kepada institusi penyelenggara pendidikan psikologi.
  1. SOLUSI
Dampak teknologi internet yang maju dengan pesat ini akan dan telah merubah pola kehidupan manusia. Walaupun saat ini baru sebagian orang yang sudah terbiasa menggunakan internet, namun kecepatan internet memasuki kehidupan manusia sunguh luar biasa. Di Amerika Serikat sudah lebih dari 25 persen rumah tangga yang memiliki komputer yang memiliki akses internet (Tappscott, 1996). Walaupun belum ada data resmi berapa persen dari rumah tangga yang memiliki komputer dan akses pada internet di Indonesia, kini makin banyak rumah tangga yang memiliki komputer dan akses pada internet.